Search

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Sabtu, 25 April 2009

Bahasa Indonesia, Ge to loh....

Luar biasa dampak dari kegiatan menulis yang baru aku coba mulai ini. Semangatku menyala-nyala. Di sekolah tadi aku sempat membuat tulisan walaupun belum selesai. Seiring dengan itu kegemaran membaca buku juga tumbuh lagi.
Aku ingin menularkan semangat ini kepada anak-anak. Bahkan sebenarnya sudah terjadi. Mereka bisa menulis dengan bebas. Hasilnya cukup membuatku tersenyum. Ah, kenapa ga dari dulu saja. Peneyesalan memang selalu datang terlambat. Tapi ga ada kata terlambat bukan?
Kurasa jalan yang coba aku bentangkan sudah lurus. Anak-anak terlihat lebih akrab dengan buku. Ada yang pinjem, ada juga yang beli. Semua itu membuat aku semakin enjoy sebagi guru bahasa Indonesia. Aku sudah ga peduli dengan bagaimana tipe soal ujian dan sejenisnya. Memberi kesempatan untuk bermain-main dengan bahasa, berimajinasi dan menampilkan kreativitas adalah yang sedang aku lakukan saat ini.
Menurutku ini penting. Bahasa adalah alat komunikasi, bukan rumus, yang akan selalu berkembang. Kaidah-kaidah didalamnya juga akan berubah. Ini adalah suatu keniscayaan. Dengan demikian, anak juga harus mengenal bahwa ada perubahan-perubahan dalam nilai berbahasa.
Selain itu, sebagi alat komunikasi, bahasa harus digunakan secara kontekstual. Inilah yang tidak akan pernah ditemukan dalam buku paket. Misalnya saja untuk materi membuat undangan. Bentuk yang formal dan kaku pasti menjadi contohnya. Padahal mereka adalah anak-anak. Berbahasa dengan bahasa anak-anak. Bukankah seharusnya mereka diajak berkomunikasi dan melakukan komunikasi dengan bahasa mereka?
Bahasa Indonesia menjadi pelajaran yang membosankan, karena yang diajarkan adalah kaidah-kaidah, struktur, aturan-aturan. Coba kita bayangkan, semuanya tadi memberikan pagar, membuat garis-garis yang ga boleh dilanggar. Kalau sudah begitu, ya tentu saja (pelajaran) bahasa (indonesia) tidak bisa dijadikan saluran untuk berekspresi. Rigrid.
Sesuai fungsinya, marilah kita kembali pembelajaran bahasa Indonesia sesuai dengan konteksnya. Jangan larang anak untuk menggunakan bahasa gaul, prokem, slang dan sebagainya. Itu adalah salah satu bentuk kreativitas berbahasa. Saya pikir kita ga perlu khawatir hal tersebut akan merusak bahasa. Sekali lagi mari kita dudukkan sesuai konteksnya. Kalau bahasa gaul, prokem, slang digunakan untuk berkomunikasi dengan sesama penggunanya mengapa harus dilarang? Kalau bahasa-bahasa itu digunakan untuk ungkapan ekspresi, sebagai salah satu bentuk ekspresi kenapa tidak boleh?
Berbeda halnya kalau bahasa-bahasa yang disebutkan tadi digunakan untuk situasi yang formal, tentu saja harus disalahkan. Tapi inget,ya dalam keseharian kita-kita ini, lebih banyak situasi formal atau tidak? Supaya lebih menyelami, ayo kita coba dalam sehari berbicara secara formal sesuai dengan aturan berbahasa yang baik dan benar. Kebayang, kan bagaimana rasanya?
Nah, kalau kenyataannya kita lebih banyak berkomunikasi dalam bahasa yang ga formal, mengapa kita hanya membelajarkan atau lebih banyak membelajarkan bahasa yang baik dan benar, yang formal? Tanya mengapa, kata iklan,mah.

1 komentar:

  1. Menulis itu menyenangkan dan menenangkan. Banyak gejolak yang bisa terwakili secara bijak jika sudah berwujud tulisan. Aku sendiri menulis buat latihan menata lompatan pemikiran yang kadang liar tanpa penanda. Menulis dengan bahasa yang baik dan benar? Itu yang sedang kutekuni....

    BalasHapus