Search

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Selasa, 25 Januari 2011

Habis Gelap Terbitlah Terang(?)

Mungkin R.A. Kartini akan menangis jika melihat bangsa Indonesia saat ini. Tentu saja beliau tidak akan menangisi pemilu legislatif dan semua kejadian yang mengikutinya. Tidak juga bencana alam dan kecelakaan yang datang silih berganti. Beliau akan menangis karena sampai sekarang belum juga terbit terang seperti yang diharapkan. Hanya gelap yang tiada habis-habisnya.
Perjuangan Kartini untuk memajukan bangsanya terjawab oleh kondisi dunia pendidikan yang masih bergelut dengan gelap yang menyertainya. Gelap, sebab tujuan pendidikan, yaitu membentuk manusia yang seutuhnya, terpotong jalannya. Terpotong oleh praktik pendidikan yang menghasilkan manusia yang tidak utuh.
Disebut tidak utuh karena dunia pendidikan hanya peduli pada satu atau beberapa aspek saja. Lebih tegas lagi, hanya nilai-nilai akademislah yang menjadi ukuran keberhasilan. Keberhasilan sekolah dan juga keberhasilan murid. Wajar jika kemudian nilai akademis begitu diagung-agungkan, seolah-olah jaminan masa depan yang cerah. Kalau nilai akademis tidak bagus, hancurlah segala-galanya.
Maka berlomba-lombalah mendapatkan nilai akademis yang tinggi. Celakanya, banyak yang terjebak, mungkin lupa, bahwa nilai akademis tidak akan bernilai apa-apa jika aspek lain yang ada dalam diri anak tidak dikembangkan. Nilai yang tinggi tidak mampu menolong seseorang menjawab tantangan jamannya, tidak bisa membantu seseorang memecahkan masalahnya.
Tapi karena masih dalam situasi gelap, maka tidak terlihat apa yang sebenarnya terjadi. Maka terjadilah akumulasi kesalahan memahami, yang kemudian membentuk sebuah opini kuat dan menyebar luas. Yang namanya sekolah ya hanya bertugas membuat anak bagus dalam akademis. Yang penting anak pinter.
Membuat anak jadi pintar tentu saja bukan tujuan yang salah, bahkan bagus. Tapi tidak cukup itu. Tujuan akhir dari belajar adalah perubahan tingkah laku. Jadi setelah anak tahu, paham, mengerti, proses belajar tidak berhenti. Harus ada usaha yang terprogram dan terkontrol hingga pengetahuan anak mampu membawa perubahan sikap dan tingkah laku, tentu saja menjadi lebih baik.
Saat menyusun rencana pembelajaran, seorang guru hendaknya sudah mempunyai tujuan nilai apa yang harus dicapai muridnya ketika materi sudah dipelajari. Nilai-nilai itu tentu saja yang relevan dengan materi terkait.
Apa pentingnya memberikan atribut nilai dalam pembelajaran? Materi dalam kurikulum kebanyakan berupa pengetahuan saja. Pengetahuan memang bisa menjadikan seseorang pandai, tapi belum tentu bisa menjadikan seseorang bermoral baik. Seseorang yang banyak pengetahuan tetapi bermoral buruk tentu saja sangat berbahaya.
Moral yang baik dapat dikembangkan dengan menanamkan nilai-nilai dalam pembelajaran. Harus diakui saat ini sekolah terlalu fokus pada penguasaan materi pembelajaran secara dangkal. Dangkal dalam arti hanya berupa hafalan-hafalan semata. Pembelajaran yang demikian menghasilkan manusia yang mekanis. Pemikiran mekanis selalu memandang sesuatu dengan dua kemungkinan dan jawaban saja, ya atau tidak. Pemikiran seperti ini kemudian menjadikan seseorang tidak fleksibel, kurang mampu menerima perbedaan, dan cenderung tidak peduli pada orang lain dan lingkungan, termasuk tata krama, norma, maupun hukum yang berlaku.
Selain itu, seyogyanya sekolah juga mengembangkan kemampuan-kemampuan yang lain. Kemampuan itu antara lain kemampuan bekerjasama, komunikasi, perencanaan, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan. Kemampuan-kemampuan tersebut akan dapat berkembang bila anak mempunyai percaya diri, inisiatif, kreatifitas, dan rasa ingin tahu yang besar.
Nah, dengan demikian belajar akan bermakna dan memberdayakan anak bila didalamnya secara sengaja direncanakan anak mendapatkan pengalaman yang baru dan mengasah kemampuan-kemampuan dasar.
Tampaknya kita perlu mengubah cara pikir dan cara pandang tentang belajar. Belajar bukanlah sekedar penguasaaan materi, tetapi bagaimana memberdayakan potensi dan mengembangkan diri. Materi sebagai sesuatu yang harus dikuasai tidak ditempatkan sebagai tujuan tertinggi dalam belajar. Materi merupakan sarana saja, bukan sebagai tujuan akhir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar