Search

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Selasa, 25 Januari 2011

Menanamkan Nilai-nilai Dalam Pembelajaran

Tujuan akhir dari proses pembelajaran adalah adanya perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku ini merupakan usaha yang terstruktur. Artinya secara sengaja ada usaha dan proses agar perilaku anak semakin baik.
Saat menyusun rencana pembelajaran, seorang guru hendaknya sudah mempunyai tujuan nilai apa yang harus dicapai muridnya ketika materi sudah dipelajari. Nilai-nilai itu tentu saja yang relevan dengan materi terkait.
Apa pentingnya memberikan atribut nilai dalam pembelajaran? Materi dalam kurikulum kebanyakan berupa pengetahuan saja. Pengetahuan memang bisa menjadikan seseorang pandai, tapi belum tentu bisa menjadikan seseorang bermoral baik. Seseorang yang banyak pengetahuan tetapi bermoral buruk tentu saja sangat berbahaya.
Moral yang baik dapat dikembangkan dengan menanamkan nilai-nilai dalam pembelajaran. Harus diakui saat ini sekolah terlalu fokus pada penguasaan materi pembelajaran secara dangkal. Dangkal dalam arti hanya berupa hafalan-hafalan semata. Pembelajaran yang demikian menghasilkan manusia yang mekanis. Pemikiran mekanis selalu memandang sesuatu dengan dua kemungkinan dan jawaban saja, ya atau tidak. Pemikiran seperti ini kemudian menjadikan seseorang tidak fleksibel, kurang mampu menerima perbedaan, dan cenderung tidak peduli pada orang lain dan lingkungan, termasuk tata krama, norma, maupun hukum yang berlaku.
Dunia pendidikan, di samping keluarga dan masyarakat, memikul tanggung jawab terhadap perkembangan anak dalam interaksi dengan lingkungan dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang dianut masyarakatnya.
Bahkan bukan hanya interaksi sosial dengan sesama makhluk hidup, penanaman nilai juga merupakan upaya membangun hubungan baik dengan Sang Pencipta. Menghargai sesama sebagai makhluk ciptaan-Nya, memelihara lingkungan sebagai ungkapan syukur, dan mengagumi keagungan-Nya melalui fenomena alam dan segala keteraturannya sehingga menambah keyakinan terhadap kekuasaan Tuhan merupakan cara meningkatkan kualitas interaksi dengan-Nya.
Kehidupan yang tanpa nilai-nilai tak ubahnya sebuah rimba dimana siapa saja bisa berlaku seenaknya, tidak ada rasa peduli dan menghormati. Tata kehidupan seperti ini tentu saja akan merusak peradaban, bahkan akan menghancurkannya.
Dalam konteks kita saat ini, penanaman nilai dalam pembelajaran mutlak dilakukan. Budaya bangsa kita saat ini sedaang berada dalam kondisi yang sangat parah. Kerusakan moral dan lingkungan hidup merupakan hasil dari kurangnya nilai-nilai kehidupan warga negara.
Oleh karenanya, sudut pandang dunia pendidikan sudah waktunya digeser. Penguasaan materi di satu sisi memang penting, namun ada hal yang lebih penting lagi, untuk apa materi tersebut dikuasai? Kalau sudah menguasai mau apa? Apa gunanya bagi kehidupan? Dapatkah materi tersebut mengajak anak berpikir, merenungi fenomena yang lebih dalam dan luas dibalik pengetahuan?
Artinya, materi dan proses mendapatkannya haruslah membuat anak terbuka pikiran dan hatinya. Terbuka bahwa ada banyak kemungkinan, bahwa segala sesuatu selalu berkembang. Terbuka untuk menerima perbedaan dan menghargai orang lain, pendapat, dan kepentingannya. Terbuka sehingga mampu melihat, membedakan, dan mengidentifikasi hal baik yang layak dicontoh, serta yang buruk untuk tidak diikuti.
Hendaknya hal tersebut bukan hanya embel-embel saja, tetapi merupakan sesuatu yang inheren dalam pembelajaran. Penanaman nilai merupakan bagian kurikulum yang diolah sendiri oleh guru dan sekolah sebagai pengembang kurikulum. Apapun materinya hendaknya dikaitkan dengan nilai-nilai kehidupan yang berlaku umum, serta mengikatnya menjadi sebuah pemaknaan terhadap nilai-nilai ketuhanan.
Anak sering diajak berpikir, merenung, bertukar pendapat, bertanya, mencari jawabannya, memilih, memutuskan, memberikan argumentasi. Guru memberikan stimulus yang dekat dengan kehidupan. Pengalaman sendiri, pengalaman anak, film yang sedang populer, lagu yang sedang disukai, serta permainan yang sedang digemari merupakan contoh sumber inspirasi untuk menghubungkan materi pelajaran dengan nilai-nilai yang akan diajarkan.
Nilai-nilai yang diajarkan bukanlah sesuatu yang abstrak, tapi contoh konkret. Misalnya perdamaian, bukan dengan banyak bicara tentang definisinya tetapi hal apa dari materi pelajaran yang berhubungan dengan perdamaian. Setelah itu tunjukkan contoh nyata yang pernah terjadi.
Penanaman nilai juga tidak bersifat dogmatis, tetapi ada internalisasi dalam diri anak. Hal ini mensyaratkan adanya pemahaman anak terhadap nilai-nilai yang dikembangkan. Anak sadar pentingnya nilai tersebut dikembangkan dan mempunyai keinginan yang kuat untuk mampu mengaplikasikan, walaupun dalam lingkup yang paling kecil sekalipun.
Pembelajaran yang demikian menjadikan sekolah sebagai sebuah klinik yang mengobati penyakit masyarakat dan juga sebagai sebuah pusat pembinaan generasi yang tidak saja kompeten, tetapi juga berakhlak mulia. Ini mungkin yang disebut sebagai membangun manusia seutuhnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar