Search

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Selasa, 25 Januari 2011

Menghadapi anak

“Anak-anak, jangan mengobrol lagi dan melakukan yang lain. Kalian sudah tahu kan, pelajaran ini semakin lama semakin sulit. Isinya sangat membingungkan. Untuk bisa menguasainya kalian akan harus bersusah payah. Sekarang, Ibu ingin kalian mengeluarkan PR, lalu kumpulkan.” (setelah melihat PR sebentar).
“Ibu lihat kalian masih belum bisa mengerjakan dengan benar. Sepertinya Ibu harus mengajarkan lagi bagian ini. Hari ini kalian boleh pilih: kita bisa terus bersusah payah mempelajarinya dengan penjelasan dari Ibu, atau kalian memahaminya sendiri dengan membaca buku. Kalian harus ingat, banyak yang tidak berhasil menguasainya karena memang benar-benar sulit.”
Banding dengan yang ini: “Selamat pagi, anak-anak. Silakan duduk dan pusatkan perhatian kalian. Kita akan memasuki bagian yang sangat menantang. Ibu yakin kalian akan mampu menguasainya dengan baik. Anak-anak seperti kalian pasti akan berhasil, terutama yang mau aktif dan bertanya.” (diam sebentar).
“Mari kita mulai dengan tantangan yang kalian selesaikan di rumah.” (setelah melihat PR). “Sepertinya kita perlu mengulang konsep kemarin dengan cepat. Ibu benar apa tidak?”
Semoga Anda melihat perbedaan besar antara kedua contoh di atas. Apa yang Anda ucapkan bisa mendukung tujuan Anda, bisa pula sebaliknya. Maka berhati-hatilah memilih kata dalam berkomunikasi dan munculkan kesan. Cobalah eksperimen ini: Jangan bayangkan Anda sedang naik roller coaster. Jangan bayangkan Anda berpegangan kuat ketika roller coaster mulai berjalan. Jangan pula membayangkan Anda berteriak ketika roller coaster menukik tajam setelah menyelesaikan tanjakan, dsb.
Apa yang terjadi? Untuk tidak membayangkan roller coaster otak Anda terlebih dahulu membuat pencitraan roller coaster. Anda sudah membayangkannya sebelum tidak membayangkan. Artinya, selama di kelas Anda perlu menjaga agar citra yang timbul adalah positif.
“Anak-anak, bagian bab ini paling sulit dan membosankan, jadi kalian harus waspada kalau tidak mau gagal.” Kesan apa yang diciptakan? Kesulitan, kebosanan, bahaya, kegagalan. Perhatikan perbedaan kesan jika Anda mengatakan,“Bagian ini paling menantang. Simaklah baik-baik, supaya kalian memahaminya.”
Pilihlah secara sadar perkataan yang menimbulkan asosiasi positif, paculah pembelajaran, dan tingkatkanlah komunikasi.

Arahkan Fokus
Diperkirakan bahwa otak kita menerima lebih dari 10.000 pecahan informasi setiap detik kita terjaga. Wah! Bagaimana kita menangani semua masukan itu?
Yuk kita bereksperimen lagi. Perhatikan lay out halaman ini. Perhatikan font, formasi teks, dan bagaimana mata Anda memperhatikan informasi penting. Sekarang perhatikan ruangan tempat Anda berada. Apa yang terjadi? Saat Anda membaca kata-kata ini, Anda fokus pada lay out, font, dan sebagainya secara sadar. Tetapi begitu perhatian Anda ditarik ke ruangan tempat Anda berada, Anda memusatkan pada barang-barang, cat, hiasan, dan sebagainya. Dalam sekejap segala detail tentang halaman ini menjadi terlupakan.
Arahkan fokus saat memberikan instruksi atau petunjuk. Tanyalah pada diri sendiri, “Di mana saya ingin akan memusatkan perhatian mereka?” Lalu pilih kata-kata yang mengarahkan fokus.
“Jangan mendekati rak sepatu saat kalian berpindah tempat,” justru akan menarik perhatian ke rak sepatu. Alih-alih, arahkan fokus dengan:
“Cari tempat berkumpul kelompok kalian. Pindahlah langsung ke tempat itu, dan bawa buku kalian.”
Anda mengurangi kemungkinan anak tertarik pada hal lain, disamping mengarahkan fokus secara jelas. Kata-kata Anda, sengaja atau tidak, membuka asosiasi. Pilihlah asosiasi yang paling mendukung belajar.
“Bapak ingin kalian mengeluarkan buku kalian.” “Yang harus kalian lakukan adalah mengeluarkan tugas yang kemarin.” “Ibu minta kalian mengeluarkan bahan-bahan untuk eksperimen ini.” Kalimat-kalimat serupa ini ratusan kali terdengar di kelas. Pernyataan itu dengan jelas menyampaikan perilaku yang diharapkan guru, tetapi apa lagi yang tersampaikan?
Kalau kata-kata menimbulkan asosiasi, asosiasi apa yang ditimbulkan? “Bapak ingin,” “Kalian harus,” dan “Ibu minta,” adalah dinamika saya- lawan- kalian. “Saya yang pegang kendali dan kalian harus melakukan apa yang saya perintahkan.”
Nah, bagaimana sikap anak menanggapi hal ini? Mungkinkah akan memberontak atau membangkang? Asosiasi ini, pada tingkat tidak sadar, mempunyai efek mendalam dalam belajar dan perilaku.
Perubahan sederhana dalam kata-kata dapat meningkatkan hubungan kerjasama menyeluruh. “Mari kita keluarkan buku.” “ Sudah waktunya mengeluarkan bahan-bahan kita,” terasa lebih enak bukan?
Gunakanlah bahasa yang mengajak semua orang. “Mari kita,” dan “Kita’” menciptakan kesan keterpaduan dan kesatuan. Boleh dibilanmg, perkataan seperti ini berarti, “Kita berjuang bersama-sama.” Ingat:semuanya berbicara, selalu!

Spesifik
Anda ingin anak-anak bersiap untuk istirahat. Kemudian Anda berkata, “Anak-anak, bersiaplah untuk istirahat.” Apa yang mungkin terjadi? Anak-anak langsung bubar dengan inisiatif sendiri. Yah, memang mereka bersiap untuk istirahat, tetapi tidak seperti yang Anda maksudkan. Mereka salah mengartikan petunjuk karena Anda tidak spesifik.
Seringnya salah komunikasi terjadi akibat generalisasi. Seolah-olah orang lain langsung tahu apa yang kita maksud. Semakin spesifik permintaan, semakin besar orang akan melakukan sesuai dengan yang diinginkan.
Kadang-kadang Anda merasa perlu berkata lebih banyak agar komunikasi menjadi jelas. “Selanjutnya Bapak ingin kalian mengeluarkan buku dan mencari tabel pada halaman 45,” cukup dinyatakan dengan, “Kita akan memperhatikan tabel di halaman 45. Keluarkan buku kalian.”
Berbicara terlalu banyak, menjelaskan konsep secara berlebihan, mengulang petunjuk, dan memperpanjang jawaban bisa memperlemah dampak dari apa yang dikatakan. Tapi kenapa sering dilakukan? Biasanya karena bingung harus mengatakan apa.
Tentu saja ada cara menghindari jebakan ini. Awalilah dengan kata kerja: Ambillah, tulislah,katakan, dan sebagainya. Bukan hanya langsung tepat sasaran, tetapi anda juga akan mampu menggerakkan anak. Anda juga dapat menguatkannya dengan menggunakan aba-aba. “Kalau Ibu bilang ‘mulai’, pindahlah ke kelompok kalian, lalu duduklah. Mulai!”
Susun pikiran Anda sejenak sebelum berbicara. Mungkin rasanya lama sekali Anda berdiri di depan kelas, padahal bagi anak hanya sebentar saja. Santai saja. Katakan apa yang perlu dikatakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar