Search

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Selasa, 25 Januari 2011

Jadilah Dirimu, Nak. Dengan nama-Nya

Seorang teman guru menyatakan bahwa salah satu yang dia harapkan adalah bisa membuat seseorang bisa mengenal dirinya sendiri. Mengenal diri, bukan tahu nama, asal-usul, dan data diri lainnya. Bukan ’adanya’ tapi ’apanya’. ’ada’ adalah fenomena fisik, yang terlihat. Sedangkan ’apa’ adalah inner space, sesuatu yang berada dalam ruang batin.
Saya tercenung. Mengapa perlu mengenal diri sendiri? Bagaimana cara agar seseorang bisa mengenal dirinya? Apa indikasi mengenal diri sendiri?
Kemudian saya ingat: “Barang siapa mengenal dirinya, maka ia akan mengenal Tuhannya.” mungkin ini salah satu mengapa manusia harus mengenal dirinya sendiri. Mengenal Tuhan berarti bukanlah biasa-biasa saja. Ini pasti berhubungan dengan sesuatu yang sangat luar biasa. Sesuatu yang dahsyat. Hem..., sepertinya mengenal diri sendiri dimulai dengan menemukan keunikan diri sendiri. Mengapa? Dengan mengenal keunikan diri sendiri akan tumbuh rasa syukur yang tak henti. Rasa syukur inilah yang kemudian akan menggerakkan seluruh kekuatan untuk berbuat kebaikan dan melakukan yang terbaik dengan sebaik-baiknya. Selanjutnya, bersyukur akan membawa diri melihat fenomena-fenomena dari kacamata kekaguman atas sang maha pencipta.
Allah menciptakan semua makhluknya secara unik. Manusia diciptakan berbeda dengan malaikat, tumbuhan ataupun hewan. Tiap jenis makhlukpun diciptakan berbeda. Tidak ada yang sama, sekalipun itu kembar. Jadi fitrah makhluk, termasuk manusia, adalah unik. Berbeda.
Manusia unik karena ada beragam sifat, potensi, bakat, kecerdasan, kebiasaan, dan sebagainya. Disinilah saya menyadari betapa beratnya membelajarkan seorang anak agar kelak ia mampu mengenal dirinya sendiri. Beruntung saya ada kesempatan untuk mempelajari Multiple Intellengeces. Saya harus berterimakasih kepada Howard Gardner. Lewat MI, saya mulai memahami keunikan murid-murid saya. Mata saya terbuka, semua orang adalah juara. Semua anak punya potensi untuk menguasai sesuatu yang sama besar. Jalan dan cara mempelajarinya yang berbeda.
MI, ketika dipraktekkan dalam pembelajaran, ternyata membantu anak mengenal kesukaan, mengenal potensi, memahami emosi dan keinginannya. Dan yang lebih penting, anak bisa mempelajari sesuatu dengan cara yang ia sukai. Tentu saja itu akan membuat senang. Inilah mungkin awal mengenal diri sendiri.
Terlepas dari semua itu, agar anak bisa mengenal diri sendiri apa yang disumbangkan oleh ilmu-ilmu yang diajarkan di sekolah. Apakah, em...lebih tepat, bagaimana Matematika, Sains, Bahasa, dan Pengetahuan Sosial bisa membuat anak mengenal dirinya? Bukankah materi pelajaran sebagaimana dalam kurikulum adalah hal-hal yang berada di luar diri manusia?
Nampaknya, kalau kita punya motto:’Jadilah dirimu, Nak. Dengan nama-Nya”, kita harus bermain-main dengan kurikulum. Kita dandani sedemikian rupa sehingga pengalaman belajar bisa membuat anak masuk, menyelami, merasakan, merenungi materi pembelajaran. Ketika mempelajari tata surya misalnya, anak bukan hanya menghafal nama-nama planet dan ukurannya, tetapi juga kalau menjadi planet dirinya lebih cocok menjadi planet apa dan mengapa?
Kalau begitu, kita memang harus kembali ke MI. MI menyediakan itu, bahkan lebih. Cukupkah dengan ini saja?
Menjadi diri sendiri butuh nyali. Menjadi diri sendiri berarti berani beda, dengan tidak perlu sengaja membedakan diri. Disinilah butuh keberanian, rasa percaya diri. Ya, kembangkan percaya diri anak. Bangkitkan harga dirinya, dengan cara menghargai anak dan memberi peluang untuk menunjukkan; INI AKU!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar