Search

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Selasa, 25 Januari 2011

Lingkungan yang Kondusif Untuk Belajar

Lingkungan belajar tidak terbatas pada lingkungan fisik saja. Atmosfer yang dibangun juga merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh cukup besar terhadap suasana pembelajaran. Suasana kelas merupakan pencerminan gaya manajemen kelas yang diterapkan guru.
Gaya manejemen yang permisif membiarkan anak melalukan apapun yang diinginkan tanpa ada kontrol yang kuat, serta tidak ada dukungan untuk mengembangkan keterampilan belajar. Akibatnya anak secara akademis kurang menguasai dan mempunyai kontrol diri yang lemah.
Gaya manejemen kelas yang otoritarian menekankan pada ‘ketertiban’, suasana yang kaku dan jalinan komunikasi yang buruk. Relasi guru-murid seperti halnya penguasa-rakyat, atasan-bawahan. Dalam kelas seperti ini anak-anak tidak berkembang kemampuan berpikir kreatif karena selalu dibatasi. Cenderung pasif dan tidak percaya diri. Kemampuan berkomunikasi dan mengekspresikan diri juga kurang berkembang.
Gaya manajemen kelas yang lebih baik adalah gaya otoritatif. Dalam gaya ini, anak memperoleh kebebasan tetapi masih ada kontrol-kontrol yang sifatnya tidak membatasi. Guru membuat aturan ataupun prosedur berdasarkan masukan dari anak, serta memberi penjelasan logis kenapa aturan tersebut dibuat.
Suasana kelas dibuat nyaman, dimana anak terbebas dari perasaan tertekan, cemas, dan takut, sekaligus penuh dengan tantangan. Kenyamanan dibangun oleh adanya penerimaan dan perasaan dipahami oleh orang lain. Dalam hal ini, guru memberi teladan bagaimana menerima orang lain apa adanya serta menunjukkan empati dan simpati kepada orang lain.
Penerimaan dan empati melahirkan rasa percaya diri dan menumbuhkan kepercayaan pada orang lain. Selanjutnya, hal ini akan mengangkat harga diri sang anak sehingga bisa mengaktualisasikan kemampuan dengan lebih baik. Ini adalah modal yang sangat berharga bagi kemajuan pembelajaran dan perkembangan kepribadian.
Selain dari sikap yang ditunjukkan warga kelas (dan sekolah), lingkungan yang kondusif juga memerlukan aturan, prosedur, kebijakan, dan kesepakatan sebagai pagar yang melindungi dari kemungkinan terjadinya penyimpangan.
Ada perbedaan antara aturan, prosedur, kebijakan, dan kesepakatan. Kesepakatan merupakan usaha-usaha untuk mendukung pemeblajaran yang lancar. Misalnya mendengarkan ketika ada yang sedang berbicara. Kebijakan adalah tindakan yang diambil pada situasi tertentu, untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Misalnya adanya penambahan hari untuk mengerjakan proyek bagi anak yang tidak masuk karena sakit, sejumlah hari dia sakit.
Prosedur menekankan tindakan dan apa yang diharapkan dilakukan anak. Prosedur memberi pedoman langkah-langkah apa yang harus dilakukan anak untuk kegiatan-kegiatan tertentu. Misalnya berdoa sebelum pelajaran dimulai. Prosedur menghasilkan kestabilan, kendali, dan struktur. Sedangkan peraturan dilengkapi dengan konsekunsi yang jelas jika terjadi pelanggaran. Konsekuensi tersebut merupakan konsekuensi logis yang masuk akal, tidak menyakiti fisik, serta tidak bermaksud untuk mempermalukan.
Fungsi aturan, prosedur, kebijakan, dan kesepakatan bukanlah untuk membatasi, tetapi memberikan kepastian dan struktur yang terarah. Anak akan merasa aman bila tahu dalam koridor yang mana boleh beraktivitas.
Supaya efektif, anak perlu tahu secara jelas apa peraturan, prosedur, kebijakan, dan kesepakatan yang berlaku. Akan lebih baik kalau anak dilibatkan dalam pembuatannya. Rasa tanggungjawab akan lebih besar jika anak terlibat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar