Search

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Selasa, 25 Januari 2011

Komunikasi yang Menggerakkan

Komunikasi merupakan komponen pokok dalam pembelajaran. Coba bayangkan sebuah kelas tanpa ada komunikasi dalam bentuk apapun. Tidak akan pernah ada kelas tanpa komunikasi.
Komunikasi sebagai sebuah media pembelajaran bisa jadi bumerang yang akan membuat aktifitas belajar kehilangan maknanya. Hal ini terjadi jika komunikasi yang dipakai mengandung limbah-limbah beracun dan berbahaya. Bagaimana sebuah komunikasi bisa beracun?
Tanpa disadari sering kali cara berkomunikasi guru kontra- produktif dengan hasil yang ingin dicapai. Misalnya, “Jangan ngobrol saja. Kalian sudah tahu sendiri kalau materi yang sedang kita pelajari ini sangat rumit. Kalau kalian tidak memperhatikan pasti akan kebingungan. Jadi walaupun mungkin terasa susah dan membosankan, kalian tetap perhatikan, ya.”
Apa yang anak bayangkan dari perkataan guru di atas?
Anak langsung merasakan adanya larangan. Dia merasa dalam posisi yang tidak enak, sehingga rasa nyamannya berkurang atau bahkan hilang. Ditambah lagi ada pernyataan bahwa materinya susah dipelajari. Diperparah oleh bayangan bahwa proses belajarnya akan membosankan.
Coba bandingkan dengan yang ini, “Anak-anak, silakan kalian duduk dengan tertib di tempatnya masing-masing. Sebentar lagi kita akan mempelajari materi yang sangat menantang. Bapak tahu kalian suka tantangan, dan Bapak juga yakin kalian akan mampu menyelesaikan tantangan ini dengan baik. Baik, sebelum kita mulai petualangan, kita berdoa dulu.”
Gaya komunikasi yang kedua bersifat positif. Ini adalah pilar pertama, yaitu memunculkan kesan positif. Mari kita cobalah eksperimen ini: Jangan bayangkan Anda sedang naik roller coaster. Jangan bayangkan Anda berpegangan kuat ketika roller coaster mulai berjalan. Jangan pula membayangkan Anda berteriak ketika roller coaster menukik tajam setelah menyelesaikan tanjakan, dsb.
Apa yang terjadi? Untuk tidak membayangkan roller coaster otak kita terlebih dahulu membuat pencitraan roller coaster. Kita sudah membayangkannya sebelum tidak membayangkan. Artinya, selama di kelas guru perlu menjaga agar citra yang timbul adalah positif. Bagaimana caranya? Don’t say “Don’t”, hindari kata ‘jangan’. Pakailah kalimat positif. Setelah itu kita beri persepsi bahwa materinya bisa dikuasai, proses belajarnya menyenangkan, dan yang paling penting bahwa setiap orang adalah hebat.
Pilar kedua dari komunikasi yang menggerakkan adalah mengarahkan fokus. Mari kita berekperimen lagi. Lihat telapak tangan Anda. Perhatikan detail-detailnya. Setelah itu, perhatikan sekeliling Anda. Apa yang terjadi pada Anda?
Ketika melihat telapak tangan, kita fokus pada garis-garis, warna, pola sidik jari, dan sebagai. Begitu perhatian kita alihkan ke sekeliling, dalam sekejap detail tentang telapak tangan itu hilang.
Sekali lagi, hindari kata ‘jangan’. “Ketika melewati aula jangan memainkan alat musik yang ada disana”, pernyataan seperti ini justru akan menimbulkan dorongan untuk melakukannya. Akan lebih baik jika, ” Cari tempat berkumpul kelompok kalian. Pindahlah langsung ke tempat itu, dan bawa buku kalian.”
Yang ketiga adalah bersifat mengajak. “Ibu ingin...”, “Bapak minta...”, “Kalian harus...” menimbulkan kesan aku – kamu, bukan kita. Ini mengakibatkan anak merasa tidak terlibat karena tidak pernah diajak, melainkan hanya disuruh dan melakukan saja. Komunikasi seperti itu juga apa yang akan dikerjakan bersifat sepihak.
Berbeda kalau misalnya bentuk komunikasinya adalah, “Mari kita...”, atau “Ayo...” secara implisit sudah menyatakan keterbukaan, disamping melibatkan anak secara langsung.
Terakhir, komunikasi bisa menggerakkan kalau bersifat spesifik. Artinya jelas dan terpahami. Seringkali kita menggeneralisasi, seolah-olah orang lain paham dengan apa yang kita inginkan. Sehingga apa yang kita komunikasikan tidak lengkap.
Komunikasi yang lengkap tidak berarti bahwa kita perlu menambah kata-kata dalam pernyataan kita. Kata-kata yang terlalu banyak bahkan bisa mengaburkan inti yang kita maksud.
Akan terasa efektif kalau kita mengawalinya dengan kata kerja. Supaya lebih punya daya gerak, kita bisa menambahkan aba-aba. Misalnya, “Setelah hitungan ketiga, kumpulkan jenis-jenis batuan yang ada di halaman. Satu,....... .”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar